Keindahan Islam dalam Bertetangga

Deskripsi postingan blog

M. Badrul Anwar

12/26/20242 min read

Islam datang sebagai agama yang rahmatal lil alamin, membentuk karakteristik manusia menjadi pribadi yang mulia. Islam tidak hanya memperhatikan ritual dan spiritual saja, melainkan juga membahas urusan sosial.

Manusia tidak bisa lepas dari urusan dunia-nya yang mengharuskan agar memiliki relasi antara sesama. Maka Islam memberi batasan-batasan agar kemanusiaan dapat terjalin baik antara sesama.

Imam Al-Ghozali dalam karya monumental-nya Ihya Ulumuddin membagi tentang hak-hak yang berkaitan dengan orang lain. Adakalanya hak bertetangga, hak kerabat, dan hak sesama Muslim.

Siapa Itu Tetangga ?

Tetangga menurut Islam terbagi menjadi tetangga dekat dan tetangga jauh. Pembahasan mengenai tetangga terdapat dalam Surat Al-Mumtahanah Ayat 8. Islam mengatur hubungan individu dengan tetangganya sebagai bagian dari ibadah. Hak-hak tetangga menurut Islam antara lain: menerima perlakuan yang baik dengan penghormatan atasnya, menerima perhatian, dan menerima kabar gembira.

Termasuk dari hak bertetangga adalah tidak menyakiti mereka, juga bersabar dan menahan etika ia berbuat keburukan kepada kita. Ramah serta berbuat baik kepadanya.

Hal ini Ibnul Muqoffi’ mencontohkan (orang Persia yang dulunya beragama Majusi kemudian masuk Islam melalui perantara Isa Bin ‘Ali), beliau memiliki tetangga yang akan menjual rumahnya disebabkan banyaknya hutang yang melilitnya, sedangkan rumah itu dimanfaatkan oleh Ibnu Muqoffi’ untuk berteduh di bawah rumah tetangganya tersebut. Beliau berkata: “Dengan kemuliaan bayang-bayang teduhan rumah ini, tidak akan saya biarkan pula rumahnya dijual hanya karena tidak punya uang untuk melunasi hutangnya.” Kemudian beliau memberi uang kepada tetangganya tersebut senilai harga rumah itu seraya berkata: “Janganlah engkau menjual rumah ini.” Begitulah sikap kepedulian orang dahulu terhadap orang disekitarnya.

Berbagai aneka ragam karakter dan sifat yang terdapat pada diri manusia dalam bergaul, tidak lepas dari orang egois, tidak bertanggung jawab dan orang-orang yang ditakuti akan keburukannya. Dalam masalah ini Imam Al-Ghazali menyampaikan:

إِذَا بُلِيَ بِذِي شَرٍّ فَيَنْبَغِي أَنْ يُجَامِلَهُ

“Ketika seseorang diuji akan keburukan orang lain, maka hendaknya ia berbuat baik kepadanya.”

Dalam al-Qur’an juga disebutkan:

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ

“Balaslah keburukan orang lain dengan akhlak yang paling baik (yakni menghalusi).” (QS. Al-Mukmunun: 96)

Hak-haknya

Imam Ghazali membagi menjadi tiga macam tentang hak ini. Pertama, tetangga Muslim yang masih terdapat hubungan kekerabatan, maka ia mempunyai tiga hak. Kedua, tetangga yang beragama Islam, maka ia mempunyai dua hak. Dan ketiga, tetangga non-Muslim, maka ia mempunyai satu hak saja.

Rasululloh SAW. bersabda:

أَحْسِنْ مُجَاوَرَةَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا

“Berbuat baiklah kepada tetanggamu, maka engkau menjadi muslim (sempurna)” (HR. At-Tahbrani: 1057)

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

“Seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya.” (HR. Imam Malik: 3434)

Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang yang pada siang harinya berpuasa, pada malamnya sholat tahajjud, akan tetapi ia menyakiti tetangganya. Beliau menjawab bahwa orang itu masuk neraka. Ini memberikan kesimpulan bahwa tetangga menjadi jalan untuk masuk surga, begitu juga sebaliknya yakni jalan menuju neraka.