Esensi Ikhlas Dalam Pandangan Islam
M. Badrul Anwar
1/8/20251 min read


Ibadah merupakan puncak penghambaan seseorang kepada Tuhannya. Dalam beribadah, keikhlasan dan kebersihan hati dari hal-hal duniawi menjadi kunci utama. Tanpa keikhlasan, ibadah dapat kehilangan maknanya sebagai bentuk pengabdian kepada Allah. Salah satu kisah yang mengajarkan pentingnya keikhlasan dapat ditemukan dalam kitab An-Nawadir karya Imam Al-Qulyubi:
حُكِيَ :اَنَّ عَابِدًا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ , فَلَمَّا وَصَلَ اِلَى قَوْلِهِ ” اِيَّاكَ نَعْبُدُ ” خَطَرَ بِبَالِهِ اَنَّهُ عَابِدٌ حَقِيْقَةً , فَنُوْدِيَ فِي سِرِّهِ كَذَبْتَ اِنَّمَا تَعْبُدُ الْخَلْقَ فَتَابَ وَاعْتَزَلَ عَنِ النَّاسِ , ثُمَّ شَرَعَ فِي الصَّلَاةِ , فَلَمَّا انْتَهَى اِلَى ” اِيَّاكَ نَعْبُدُ ” نُوْدِيَ كَذَبْتَ اِنَّمَا تَعْبُدُ زَوْجَتَكَ فَطَلَّقَ امْرَاَتَهُ , ثُمَّ شَرَعَ فِي الصَّلَاةِ , فَلَمَّا انْتَهَى اِلَى ” اِيَّاكَ نَعْبُدُ ” نُوْدِيَ كَذَبْتَ اِنَّمَا تَعْبُدُ مَالَكَ فَتَصَدَّقَ بِجَمِيْعِهِ , ثُمَّ شَرَعَ فِي الصَّلَاةِ , فَلَمَّا وَصَلَ اِلَى ” اِيَّاكَ نَعْبُدُ ” نُوْدِيَ كَذَبْتَ اِنَّمَا تَعْبُدُ ثِيَابَكَ فَتَصَدَّقَ بِهَا اِلَّا مَالَا بُدَّ مِنْهُ , ثُمَّ شَرَعَ فِي الصَّلَاةِ , فَلَمَّا وَصَلَ اِلَى ” اِيَّاكَ نَعْبُدُ ” نُوْدِيَ اَنْ صَدَقْتَ فَاَنْتَ مِنَ الْعَابِدِيْنَ حَقِيْقَةً
Sebuah kisah kecil, ada seorang ahli ibadah yang sedang melaksanakan shalat. Ketika ia membaca Surat Al-Fatihah dan sampai pada ayat “Iyyaaka Na’budu,” tiba-tiba terlintas dalam hatinya bahwa dia adalah seorang hamba Allah yang sejati. Namun, sebuah suara datang dan berkata, “Kamu berbohong, sesungguhnya kamu masih mempertuhankan makhluk.”
Mendengar hal tersebut, ahli ibadah itu pun bertaubat dan melakukan uzlah (menjauh dari keramaian manusia). Namun, perjuangan untuk mencapai keikhlasan sejati tidak berhenti di situ.
Setelah ia mencoba shalat lagi, saat membaca “Iyyaaka Na’budu,” suara itu kembali terdengar, “Kamu berbohong, sesungguhnya kamu masih takluk kepada istrimu.” Ia pun menceraikan istrinya demi mencapai keikhlasan.
Ahli ibadah tersebut terus melanjutkan proses penyucian dirinya. Ketika suara itu mengatakan bahwa dia masih terpaut pada hartanya, ia mensedekahkan semua miliknya. Ketika suara itu berkata bahwa dia masih menyukai pakaiannya, ia pun menyedekahkan semua pakaiannya kecuali yang paling mendasar.
Akhirnya, dalam shalat terakhirnya, ketika ia membaca “Iyyaaka Na’budu,” suara itu berkata, “Sekarang kamu benar. Kamu adalah seorang hamba yang sejati.”
Pelajaran Penting dari Kisah Ini
Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa keikhlasan dalam ibadah membutuhkan perjuangan yang besar. Hati harus benar-benar bersih dari rasa riya, keterikatan pada dunia, dan kepentingan pribadi.
Sebagaimana ahli ibadah dalam kisah tersebut, kita juga harus terus introspeksi diri agar benar-benar menjadikan Allah sebagai tujuan utama ibadah kita.
Penutup
Keikhlasan adalah esensi ibadah. Tanpa keikhlasan, ibadah hanya menjadi rutinitas kosong yang tidak mendekatkan kita kepada Allah. Mari jadikan kisah ini sebagai pengingat untuk senantiasa memperbaiki niat dalam setiap ibadah yang kita lakukan.
Waallahu a’lam

HUBUNGI KAMI
PONDOK PESANTREN SIROJUT THOLIBIN
+6281231221022
© 2024. Pondok Pesantren Sirojut Tholibin








Jalan M.T. Haryono, Gang 2, Plosokandang




sirojuttholibin.com
media sosial
pp.sirojut_tholibin
mediasantri.ppst
Developed by M. Sihabudin and M. Badrul Anwar